Selimut Cemas dari Merapi

| |


Ketahuilah kawan, tidak ada tempat yang aman secara hakiki. Memang jogja (khususnya utara) sedang dirundung musibah. Efek meletusnya gunung merapi membuat orang orang panik. Tapi, kok ya ada juga ya yang gak punya perasaan malah memanfaatkan situasi seperti ini, menjual barang kebutuhan dengan harga tinggi ataupun yang menyebarkan hoax macam-macam.

Saya dengar kawan-kawan panik dan banyak yang pulang kampung, ataupun sekedar berpindah tempat untuk mengungsi. Meski secara logis hal itu belum tentu baik pengaruhnya, baik secara proses maupun hasilnya, tetapi ini wajar secara kemanusiaan. Sebab secara perasaan akan mendapatkan rasa yang lebih tenang bila dekat dengan keluarga. Mungkin, bila aku di posisi mereka pun begitu.

Kepanikan dan kecemasan menjadi tidak wajar jika ada unsur memaksakan diri dan mengada-ada. Memaksakan diri untuk mengungsi dengan cara apapun, dan mengada-ada semisal rumahnya berada jauh di radius batas aman tetapi tetap mau mengungsi ke luar kota (atau bahkan ke luar negeri?)Padahal, seperti kalimat di awal, tidak ada tempat yang aman secara hakiki. Setidaknya menurut saya begitu.
Mengapa menurut saya tidak ada tempat yang aman secara hakiki? Coba saja kita pikirkan bersama, kejadian-kejadian yang menimpa negeri ini. Longsor di wasior. Daerah pantai terancam tsunami. Jakarta terancam tenggelam. Banyak gunung berapi yang aktif. Potensi gempa hampir di setiap tempat. Belum lagi masalah-masalah lama yang terus berlangsung, banjir di beberapa kota besar, lumpur lapindo, dan masih banyak lagi. Bahkan, berbagai kawasan di dunia juga ditimpa bencana.

Barangkali, -barangkali untuk sejauh ini- tempat yang aman ada di haramain. Tapi apakah bila ada yang mengeluarkan statement ini lantas kaum muslimin bisa langsung berbondong-bondong ke sana? Menurut saya, kalau ke-barangkali-an itu memang benar berdasarkan kehendak Allah, tetap hati yang berperan. Karena menurut saya sejatinya kalau kita berada di masjidil haram maupun di masjid nabawi ataupun di tempat barakah lain di penjuru haramain -warasnya- ya memperbanyak ibadah (kecuali orang-orang yang kurang waras malah sempat-sempatnya berpikiran mengambil barang orang lain).

Kembali ke permasalahan panik dan cemas akibat Merapi. Jadi, harus bagaimana? Bagi yang berada di jogja dan tinggal di daerah rawan. Ikuti informasi dari pihak yang berkompeten secara ilmiah, pihak yang memang dipercaya oleh pemerintah dalam hal ini, ikuti instruksi bila memang harus mengungsi. Setidaknya berikhtiar menyelamatkan jiwa dan barang-barang yang sekiranya dianggap penting.

Bagi yang di luar ring bahaya (baik yang di dalam maupun luar jogja), berbuatlah sesuai dengan kemampuan. Yang kelebihan harta, bisa membantu dengan harta. Yang punya kemampuan komunitas, bisa menggerakkan komunitasnya untuk membantu para pengungsi. Yang punya kemampuan memasak tingkat tinggi, mungkin bisa membantu di dapur-dapur umum. Kalau memang gak mampu apa-apa, ya di rumah saja, banyak-banyak mendoakan. Bergerak dan berbuatlah lebih banyak, dari hanya sekedar mengumbar berita yang memperbesar kecemasan, apalagi cuma berita-berita hoax.

Over all, alih-alih menuruti perasaan yang diliputi kecemasan, lebih baik banyak-banyak beristighfar. Berdoa untuk diri sendiri dan semua yang terkait bencana ini. Bila aku boleh menyitir dengan pengubahan sepenuhnya, dari sebuah sajak milik Soe Hok Gie :

Nasib terbaik adalah mati syahid 
Yang kurang baik, dilahirkan tapi mati muda belum menikah
Dan yang tersial adalah berumur tua dan tidak pernah berbuat kebajikan


Semoga Allah melindungi kita semua dan mengampuni semua dosa-dosa kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar