Pengen Punya Tipi

| |

Selepas menyelesaikan pelajaran membaca bahasa Inggris alias "reading", terjadilah sebuah percakapan antara siswa dan guru
Siswa1 :"Ammah, ammah punya tv gak di rumah?"
Guru  : "Ada"
Siswa1 : " Enak ya ammah kalau punya tv di rumah"
Guru sengaja diam untuk mendapat respon siswa yang lain. Tak berapa lama kemudian, siswa lain menimpali 
Siswa 2: " Enak apanya, bosen tau isinya itu-itu aja"
Siswa kembar: " Iya sama aja punya tv ga punya tv, isinya gitu-gitu aja"

Ok, saya  bukan hendak menulis skenario dialog, drama apalagi opera sabun. Potongan dialog di atas tidak lain tidak bukan terjadi di kelas saya. Dalam tulisan ini yang hendak saya kritisi adalah pemahaman dan pola pendidikan. Sekaligus semoga bisa menjadi penjelas atas diskusi yang telah berlangsung antara saya dan seorang teman saya tentang "haramnya tv".
Bisa dikatakan kebanyakan orang tua di Indonesia masih lebih sering menggunakan kalimat-kalimat negatif alias hanya semata-mata melarang.Saya pun tidak memungkiri, bahwa saya juga masih sering mendapati perlakuan seperti itu.Bahkan, sewaktu kecil, saya mempunyai rasa dongkol yang luar biasa terhadap kakek saya. Nonton tv dimarahin (kecuali berita), setel nyanyian dikomentarin, main kartu (padahal itu flash card) dimarahin juga.
Yang saya syukuri adalah bahwa saya sudah lebih dewasa dalam artian kemungkinannya lebih banyak informasi/pengetahuan yang saya dapatkan daripada siswa-siswa saya sehingga saya tau mengapa saya dilarang ini dan itu. Misalnya saja kalau ada yang sampai memfatwakan tv itu haram, untuk saat ini saya sudah bisa memahami. Bagaimana tidak, dunia pertelevisian di negeri ini apa sih yang mau dibanggakan? Ajang pencarian bakat dengan memamerkan apa yang tidak layak kah? Berita yang sudah dicampuri kepentingan-kepentingan politikkah? Atau sinetron-sinetron penguras air mata ibu-ibu kurang kerjaan?
Maaf mungkin kata-kata saya agak sarkatis, tapi memang kenyataannya demikian kan. Kalau boleh dibilang, acara dengan logo tapak sepatu itu salah satu yg bisa dikategorikan "lumayan" setelah acara-acara religi (baca : kajian/ceramah) yang itupun sebenarnya harus bermodalkan ilmu akan kepemahaman yang lurus karena ga semua yang lo liat itu bener, loh! Maksudnya kadang konten di dalamnya masih ada yg kurang sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Nabi sallallahu 'alaihi wassalam.
Aduh, kok malah ngalor ngidul sih. Kembali ke soal pendidikan. Sebenarnya saya pernah menulis tema yang relevan dengan ini, bisa dibaca di sini http://ummuhafidh.blogspot.com/2009/10/dasar-pendidikan-kita-adalah-kepatuhan.html. Intinya, selama ini kita lebih terbiasa mengedepankan kepatuhan (baca: pokoke kudu nurut! yen ra nurut berati kowe iki bocah bandel ora guno!) daripada esensi mengapa kita harus mematuhi.Seiring dengan perkembangan jaman, banyak nilai-nilai yang sudah bergeser. Mau tidak mau. Terima tidak terima. Namun kenyataan akan tetap kita hadapi. Soal pendidikan anak dan permasalahannya yang kian kompleks. Tidak disarankan bagi orang tua jaman sekarang hanya melarang atau menyuruh ini itu bagi anak karena sepertinya itu hanya akan masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Bahkan lebih jauh akan membuat anak membuat anak melakukan hal yang sebaliknya.(sajak kaya pengalaman pribadi, hihihi..)
Soal tv, sah-sah saja kalau memang seseorang ingin menerapkan kebijakan "no tv!". Namun, hendaknya yang ditekankan bukan pelarangan terhadap barangnya (mendiskreditkan benda bernama televisi). Toh, ga ada tv juga sekarang bisa akses channel-channel televisi dari internet. Bahkan lebih banyak dan beragam informasi yang bisa diakses ketika kita sudah terhubung dengan koneksi bernama internet, termasuk di dalamnya hal-hal yang tidak baik.Akan sangat baik bila sedapat mungkin memberikan pengertian bahwa menonton televisi lebih bersifat sia-sia.Lebih baik gunakan waktu luang untuk melakukan aktivitas yang dapat dilakukan bersama-sama seluruh anggota keluarga, seperti bertaman, berkebun atau rekreasi wisata alam, mengunjungi museum dan hal-hal semisal yang lebih bermanfaat daripada nonton tv. Kalaupun memang ingin menonton tv, sebaiknya menonton dilakukan bersama-sama sembari ada diskusi mengkritisi apa yang ditonton.Dengan demikian, diharapkan anak akan tumbuh menjadi manusia yang lebih bijak dan objektif. Berharap tidak akan ada lagi pernyataan-pernyataan semacam ini...
"Ah, tuh anaknya kyai juga begitu kok.."
"Kenapa aku gak boleh?orang dia yang anaknya ustadz juga gitu.."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar