KAMI SEDANG BERSIAP WUKUF (Menyoal Puasa Arafah)

| |

by Ketua Forpek Madinah on Sunday, November 14, 2010 at 8:20pm

Secara ilmiyah, perhitungan selisih jam antara Saudi dengan wilayah Indonesia hanya sekitar 4 jam. Dalam kalender Islam, pergantian hari/tanggal adalah selepas maghrib. Saat ini di Saudi baru akan masuk waktu ashar (saat ini baru jam 15:25) dan di dalam kalender menunjukkan tanggal 8 Dzulhijah. Jadi selepas maghrib nanti telah masuk tanggal 9 Dzulhijah, sedangkan di Indonesia saat pergantian itu sekitar pukul 10 malam.

Terkait pelaksanaan puasa Arafah sebagai barikut:

1. Telah berlalu penjelasan bahwasannya puasa ‘Arafah disunnahkan hanya bagi mereka yang tidak melaksanakan wuquf di ‘Arafah. Ini mengandung pengertian bahwa puasa ‘Arafah ini terkait dengan pelaksanaan ibadah haji/wuquf. Jika parahujjaj telah wuquf, maka pada waktu itulah disyari’atkannya melaksanakan puasa ‘Arafah bagi mereka yang tidak melaksanakan haji. 


2. Dalam nash-nash tidak pernah disebutkan puasa di hari kesembilan, namun hanya disebutkan puasa ‘Arafah. Berbeda halnya dengan puasa ‘Aasyuura yang disebutkan tanggalnya secara spesifik : 

عن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما يقول: حين صام رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم عاشوراء وأمر بصيامه، قالوا: يا رسول الله ! إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “فإذا كان العام المقبل إن شاء الله، صمنا اليوم التاسع. قال: فلم يأت العام المقبل، حتى توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbaas radliyallaahu ;anhumaa, ia berkata : “Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di hari ‘Aasyuuraa dan memerintahkannya, para shahabat berkata : ‘Sesungguhnya ia adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani’. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Tahun depan, insya Allah, kita akan berpuasa di hari kesembilan”. Ibnu ‘Abbas berkata : “Sebelum tiba tahun depan, Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam telah wafat” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1134].

 عن ابن عباس يقول في يوم عاشوراء خالفوا اليهود وصوموا التاسع والعاشر
Dari Ibnu ‘Abbaas ia berkata tentang (puasa) hari ‘Aasyuuraa’ : “Selisihilah orang-orang Yahudi dan berpuasalah di hari kesembilan dan kesepuluh” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 7839 dan Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 4/287; shahih]. 

Adapun perintah berpuasa ‘Arafah adalah :

 صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ، وَ السَّنَةَ الَّتِيْ بَعْدَهُ 
“Puasa pada hari ‘Arafah, aku berharap kepada Allah agar menghapuskan (dengannya) dosa-dosa pada tahun lalu dan tahun yang akan datang” 

Jadi jelas perbedaannya bahwa puasa ‘Arafah tidak tergantung pada urutan hari dalam bulan Dzulhijjah, namun pada pelaksanaan wuquf di ‘Arafah. 

3. Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : 

فطركم يوم تفطرون وأضحاكم يوم تضحون 
“Berbuka kalian adalah hari kalian berbuka dan penyembelihan kalian adalah hari kalian menyembelih” 
[Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2324, Al-Baihaqiy 1/251, Ad-Daaruquthniy 2/163; shahih. Lihat Shahiihul-Jaami’ no. 4225].

 فطركم يوم تفطرون وأضحاكم يوم تضحون وعرفة يوم تعرفون 
“Berbuka kalian adalah di hari kalian berbuka, penyembelihan kalian adalah di hari kalian menyembelih, dan ‘Arafah kalian adalah di hari kalian melakukan wuquf di ‘Arafah” 
[Diriwayatkan oleh Asy-Syaafi’iy dalam Al-Umm 1/230 dan Al-Baihaqiy 5/176; shahih dari ‘Athaa’ secara mursal. Lihat Shahiihul-Jaami’ no. 4224].

 يوم عرفة ويوم النحر وأيام التشريق عيدنا أهل الإسلام وهي أيام أكل وشرب 
"Hari ‘Arafah, hari penyembelihan (‘Iedul-Adlhaa), dan hari-hari tasyriiq adalah hari raya kita orang-orang Islam. Ia adalah hari-hari makan dan minum” 
[Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2419 dan At-Tirmidziy no. 773; shahih].

 Makna ’ penyembelihan kalian adalah hari kalian menyembelih’ dan ‘Arafah kalian adalah di hari kalian melakukan wuquf di ‘Arafah’adalah mengikuti dan menyesuaiakan pelaksanakaan hari menyembelih dan pelaksanaan wuquf orang-orang yang melaksanakan haji di Makkah.

 An-Nawawiyrahimahullah berkata :
 قَال أَصْحَابُنَا: وَليْسَ يَوْمُ الفِطْرِ أَوَّل شَوَّالٍ مُطْلقًا وَإِنَّمَا هُوَ اليَوْمُ الذِي يُفْطِرُ فِيهِ النَّاسُ بِدَليل الحَدِيثِ السَّابِقِ، وَكَذَلكَ يَوْمَ النَّحْرِ، وَكَذَا يَوْمَ عَرَفَةَ هُوَ اليَوْمُ الذِي يَظْهَرُ للنَّاسِ أَنَّهُ يَوْمَ عَرَفَةَ، سَوَاءٌ كَانَ التَّاسِعَ أَوْ العَاشِرَ قَال الشَّافِعِيُّ فِي الأُمِّ عَقِبَ هَذَا الحَدِيثِ: فَبِهَذَا نَأْخُذُ 
“Telah berkata shahabat-shahabat kami (fuqahaa’ Syafi’iyyah) : Tidaklah hari berbuka (‘Iedul-Fithri) itu (mempunyai pengertian) hari pertama bulan Syawal secara muthlaq. Ia adalah hari dimana orang-orang berbuka padanya dengan dalil hadits sebelumnya (yaitu : ‘Berbuka kalian di hari kalian berbuka’). Begitu pula dengan hari penyembelihan (Yaumun-Nahr/’Iedul-Adlhaa). Begitu pula dengan hari ‘Arafah, ia adalah hari yang nampak bagi orang-orang bahwasannya hari itu adalah hari ‘Arafah. Sama saja apakah itu hari kesembilan atau hari kesepuluh. Asy-Syaafi’iy berkata dalam Al-Umm saat berkomentar tentang hadits ini : Maka dengan inilah kami berpendapat…..” [Al-Majmu’’, 5/26]. Hari yang nampak sebagai hari ‘Arafah adalah hari ketika orang-orang yang melaksanakan ibdah haji wuquf di ‘Arafah. 

4. Husain bin Al-Harts Al-Jadaliy pernah berkata :
 أن أمير مكة خطب ثم قال : عهد إلينا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن ننسك للرؤية فإن لم نره وشهد شاهدا عدل نسكنا بشهادتهما …. “Bahwasannya amir kota Makkah pernah berkhutbah, lalu berkata : ‘Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berpesan kepada kami agar kami (mulai) menyembelih berdasarkan ru’yah. Jika kami tidak melihatnya, namun dua orang saksi ‘adil menyaksikan (hilal telah tampak), maka kami mulai menyembelih berdasarkan persaksian mereka berdua….” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2338; shahih].

Atsar di atas menunjukkan ru’yah hilal yang dianggap/dipakai untuk melaksanakan ibadah penyembelihan (dan semua hal yang terkait dengan haji) adalah ru’yah hilal penduduk Makkah, bukan yang lain. Dengan demikian, maka hadits tersebut menunjukkan bahwa pada masa itu Amir Mekkah-lah yang menetapkan pelaksanaan manasik haji, mulai dari wuquf di ‘Arafah, Thawaf Ifadlah, bermalam di Muzdalifah, melempar Jumrah, dan seterusnya. Atau dengan kata lain, penguasa yang menguasai kota Mekkah saat ini berhak menentukan wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah), pelaksanaan penyembelihan hewan kurban (10 Dzulhijjah), dan rangkaian manasik haji lainnya. Hal itu berarti negeri-negeri Islam lainnya harus mengikuti penetapan hari wukuf di Arafah, yaumun nahar (hari penyembelihan hewan kurban pada tanggal 10 Dzulhijjah) berdasarkan keputusan Amir Mekkah, atau penguasa yang saat ini mengelola kota Makkah.

Wallaahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar