Perkumpulan Mahasiswa, Organisasi Profesi dan Ngaji

| | 0 komentar

Ini hanyalah sebuah episode kecil hidupku dalam serial kampus. Bukan mempertentangkan sesuatu, hanya sekedar berbagi sebuah warna hidup. Semasa masih menyandang status mahasiswa s1, kurang lebih 3 tahun aku bergabung dengan sebuah unit kegiatan mahasiswa di lingkungan fakultas teknik ugm. Seingatku awalnya banyak sekali yang mendaftar di sana, lalu lambat laun barangkali seiring dengan para mahasiswa menemukan jalannya masing-masing, bisa ditebak bagaimana jumlah anggota aktif di akhir tahunnya.

Aku tidak hendak bicara soal teori manajemen organisasi. Aku hanya ingin curhat, kenapa ya aku bisa betah banget di organisasi itu. Sementara itu, aku pernah diajak di beberapa organisasi lain, khususnya organisasi keagamaan, tapi ya hanya bertahan sekejap saja untuk menjadi pengurus aktif. Kalau penggembira, ya selama bisa membantu aku membantu. Namun, aku juga tidak hendak membandingkan organisasi satu dan lainnya. Ini hanya curhatan alias uneg-uneg.

Aku, Mencontek dan Memasak

| | 0 komentar

Belakangan ini, berita tentang mencontek masal menjadi headline news di negeri seberang. Aku jadi ingat masa laluku, khusunya ketika smp. Ada sebuah pelajaran yang entah kenapa kami semua sebagai siswa tidak canggung dan tidak ada rasa bersalah untuk nyontek teang-terangan, bahkan buka buku di depan guru. Dan itu adalah mata pelajaran tata boga.

Sebelum ngomongin lebih lanjut soal aku dan mencontek, ada baiknya bila kita sedikit membahas kenapa sih sampai harus mencontek, apalagi seorang guru yang menyuruh anak didiknya mencontek. Ini mungkin karena niat kita tidak ikhlas. Mencontek dilakukan karena kepentingan dunia, ingin nilai yang bagus bukan?

Bukan berarti nilai bagus itu tidak penting, tapi bagaimana sikap kita terhadap nilai itu sendiri. Apakah kita menjadikan nilai sebagai tujuan utama, atau nilai itu sebagai ukuran. Kalau nilai dijadikan tujuan utama, ga mustahil cara apapun kita lakukan untuk mendapatkan nilai yang bagus. Lain halnya kalau nilai kita anggap sebagai ukuran saja, yang berarti kita mengukur kemampuan dan hasil dari proses belajar kita.

Bahasa yang semakin kacau

| | 0 komentar

Sebenarnya saya sudah lama ingin menulis soal bahasa, tapi saya bingung ingin memulai dari mana. Saya memang bukan ahli bahasa, dan bukan berarti juga saya selalu berbahasa indonesia sesuai dengan EYD. Sepertinya kalau saya selalu berbicara menurut EYD malah terkesan kaku dan lucu. Namun, siang ini mood ku sedang ingin membahas mengenai hal ini.

Perkembangan media komunikasi elektronik mulai dari telepon, sms, jejaring sosial sampai dengan jaringan bbm turut berpartisipasi dalam pergeseran nilai berbahasa. Saya termasuk orang yang paling sering uring-uringan mengenai ini. Mulai dari saat menjamurnya sms. Seringkali saya mispersepsi dengan si pengirim sms. Di sini saya tidak berbicara mengenai tulisan besar kecil angka huruf gaya khas remaja yang sekarang sedang menjamur lo ya. Di sini saya membahas sms dengan tulisan yang masih dalam kategori wajar. Saya seringkali mispersepsi karena pemenggalan kata dalam intonasi, penggunaan tanda baca dan penempatan besar kecilnya huruf. Perbedaan persepsi kadang positif kadang negatif, kadang juga saya mengartikannya agak berlebihan. Sampai-sampai teman saya pernah bilang, " kamu itu baca sms kayak baca skrip drama". Hehehe..