Di manakah Allah ? (bag1. Allah bersemayam/meninggi di atas Arsy)

| |

Pernahkah terbesit pertanyaan di manakah Allah? Atau sebaliknya kita ditanya tentang keberadaan Allah. Lalu, sudahkan kita bisa menjawabnya dengan benar? Sebagian orang berkata Allah ada di mana-mana, atau bahkan ada yang berkata Allah menyatu dengan diri. Sudah tahukah bahwa sebenarnya Allah sendiri menjelaskan keberadaan Nya di dalam firman Nya, bahwa Allah bersemayam di atas arsy. Ya, Allah berada di atas langit, IA bersemayam di atas Arsy, sebagaimana dikatakan :
إن ربكم الله الذي خلق السموات والارض في ستة ايام ثم استوى على العرش  -الاعرف 54
الله الذي رفع السموات بغير عمد ترونها ثم استوى على العرش وسخر الشمس والقمر كل يجري لاجل مسمى يدبرالامريفصل الايات لعلكم بلقاء ربكم توقنون  -الرعد2
الرحمن على العرش استوى  -طه5
Al A'raf 54.  Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang Telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.
Ar Ra'd 2.  Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.
Thaha 5.  (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy

BersemayamNya di Arsy merupakan salah satu sifat Allah yang wajib kita imani sesuai dengan kebesaran dan kesucian Nya. Dalam bahasa arab, استوى artinya bersemayam, meninggi, ketinggian, keteguhan. Dalam tafsir orang-orang terdahulu kata istawa memiliki 4 makna yaitu tinggi, meninggi, menanjak dan menetap. العرش artinya langit yang dikelilingi makhluk. Arsy adalah makhluk terbesar, namun kita tidak mengetahui materi Arsy ini. Menurut asalnya, kata arsy diartikan sebagai kasur khusus milik raja. 
Bersemayamnya Allah di atas Arsy disifatkan sebagai bersemayam yang layak bagi keangungan Nya. Banyak syubhat yang timbul berkaitan dengan keberadaan Allah bahwasanya IA meninggi di atas Arsy. Salah satu dari syubhat tersebut adalah ada yang mengartikan istawa dengan al istila/ penguasaan.

  • mereka berdalil dengan ungkapan penyair

استوى بشر على العراق *من غير سيف اودم مهراق
dalam syair tersebut kata istawa berarti menguasai atas iraq
Maka sikap kita terhadap mereka yang menggunakan dalil ini adalah perlu ditanyakan kepada mereka mengenai sanad bait tersebut dan juga ketsiqahan tokohnya. Kita juga dapat mengatakan bahwa penyair tersebut mengutarakan syairnya setelah adanya perubahan makna kata karena bahasa arab juga telah mengalami perubahan setelah meluasnya daerah penaklukan dan masuknya orang -orang asing.
Segala sesuatu dalam perkara aqidah haruslah ditetapkan berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasul Nya. Mengartikan istiwa sebagai penguasaan telah bertentangan dengan orang-orang terdahulu (salafushshalih) yang menunjukkan ijma mereka bahwa mereka memaknai secara eksplisit bahwa kata istawa menunjukkan sifat transitif dan membutuhkan على yang menunjukkan artinya yaitu ketinggian/keteguhan, meninggi dan menetap. Istawa juga bersifat transitif dengan huruf إلى pada ayat berikut 
ثم استوى إلى السماء فسوا هن سبع سموات -البقرة 69
Ibnu Jahir Rahimahullah berkata bahwa makna istawa dalam kalimat tersebut sama seperti makna istawa dengan huruf على. Istawa ila assamaa' artinya mmembumbung menuju kepadanya. Ibnu Katsir mengatakan bahwa bersemayam artinya kehendak yang sempurna, menuju ke langit mencakup makna menuju/ menghadap.
Adapun istawa yang dihubungkan dengan huruf و artinya sejajar,
استوىالماء والخشية
dan istawa yang sendirian dalam kalimat artinya adalah sempurna,
ولما بلغ اشده واستوىءاتينه حكما وعلما وكذلك نجزى المحسنين
Qashash14.  Dan setelah Musa cukup umur dan Sempurna akalnya, kami berikan ke- padanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. dan Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 

Para ulama telah berkata bahwa akar kata istawa adalah huruf  س,و,ى yang menunjukkan kesempurnaan sebagaimana dalam sebuah ayat pada surat al A'la
الذي خلق فسوى
artinya, Yang menyempurnakan penciptaanNya.

  • Mereka yang mengatakan bahwa istawa berarti istila berkata "Jika kami menetapkan bahwa Allah bersemayam di atas Arsy Nya yaitu meninggi dan menetap maka konsekuensi dari itu Dia menjadi Dzat yang membutuhkan kepada Arsy, yang demikian adalah mustahil. Dan demikian juga mengharuskan bahwa Allah adalah jisim (berbentuk) dan harus terbatas (jisim)"
Terhadap perkataan tersebut dapat kita katakan bahwa bersemayam Allah di atas Arsy tidak berarti bahwa Allah membutuhkan Arsy. Maknanya adalah Dia bersemayam di atas Arsy dengan ketinggian yang khusus dan bukan suatu keharusan bahwa semayam adalah semayam seperti halnya semayam makhluk. Bersemayam  juga berarti meninggi. Ketinggian ini merupakan ketinggian yang abstrak (berbeda dengan makna ketinggian bersemayam di tempat tidur),
الرحمن على العرش استوى
على العرش merupakan ma'mul untuk استوى yang dimaksudkan untuk memberikan makna pembatasan dan pengkhususan bahwa Allah tidak bersemayam di atas sesuatu melainkan Arsy. الرحمن merupakan fa'il dari kata kerja istawa yang menunjukkan bahwa dengan ketinggian dan keagungan Nya Dia juga bersifat pemurah.
Mengenai jisim yang dikatakan terlarang tersebut, jika yang dimaksud adalah bahwa Allah tidak memiliki Dzat yang memiliki sifat-sifat baku yang layak bagi Nya maka sesungguhnya Allah adalah Dzat yang Hakiki dan bersifat dengan sifat-sifat yang layak bagi Nya. Dia memiliki wajah dan tangan yang tentu saja wujudnya berbeda dengan makhluk. Namun, jika yang dimaksud adalah Allah dengan jisim sedangkan jisim yang terdiri dari tulang belulang, daging, darah dsb maka hal ini terlarang untuk Allah dan bukan merupakan suatu keharusan/ konsekuensi atas bersemayam yang Allah lakukan di atas Arsy dan meninggi di atasnya.
Adapun bila yang dimaksud dengan terbatas adalah Dia harus terbatas yang maknanya harus berbeda dan terpisan dari makhluk maka memang benar dan tiada kekurangan apapun di dalamnya. Namun, jika yang dimaksud adalah Arsy yang membatasi Nya maka ini adalah batil dan sama sekali tidak menjadi keharusan atas bersemayamnya Allah di atas Arsy. Sifat bersemayam/ meninggi ini akan tetap berlaku meskipun Allah lebih besar daripada Arsy dan selain Arsy karena Allah Yang Maha Agung, bumi dalam genggamanNya pada hari kiamat dan semua lapisan langit terlipat di sisi Nya.
  • Jika dikatakan istawa artinya meninggi apakah mengharuskan bagi Nya sebelum penciptaan langit dan bumi tidak tinggi ?
Jawabannya adalah tidak, karena sifat bersemayam di atas Arsy adalah khusus daripada tinggi secara mutlak. Bersemayam di atas Arsy adalah khusus bagi Nya sedangkan meninggi adalah mencakup semua makhluk. KetinggianNya adalah baku bagi Nya sejak azali dan abadi, kemudian setelah penciptaan langit dan bumi Dia tinggi khusus di atas Arsy. Sifat ini adalah bagian dari sifat fi'liyah karena berkaitan dengan kehendakNya.

Jika Istawa diartikan sebagai penguasaan maka justru akan menimbulkan konsekuensi yang bathil antara lain,
  1.  Mengharuskan bahwa ketika Allah menciptakan langit dan bumi IA tidak berkuasa di atas Arsy Nya karena Dia berfirman ثم استوى على العرش  yang di dalamnya terdapat kata ثم menunjukkan kemudian/ lalu yang memberikan pengertian tartib/urutan, maka bisa juga diartikan Arsy sebelum usai penciptaan langit dan bumi adalah  milik selain Allah.
  2. Bahwa pada umumnya kata istawa yang berarti penguasaan menjadi setelah sesuatu ditaklukan. 
  3. Memungkinkan untuk mengatakan Allah bersemayam di atas bumi, pohon, gunung-gunung karena Dia berkuasa atas itu semua.
~disarikan dari tarjamah Aqidah Washithiyah Syaikh Utsaimin

    1 komentar:

    Anonim mengatakan...

    Barokalloohu fiik,
    Semoga tetap semangat berdakwah dan menyebarkan ilmu aqidah dan manhaj

    Posting Komentar