Akhwat, jangan turuti perasaanmu!

| |

Sebenarnya, judul tulisan ini nampaknya sudah jelas tentang apa yang ingin saya sampekan. Tak tau saja, ingin sekali melontarkan dan berbagi tentang ini pada kaum hawa. Sebuah kalimat yang akan aku ingat. Ketika kondisi kejiwaan, psikisku sedang labil-labilnya, ia dengan tegas memberi saya nasihat, "Noor, jangan selalu turuti perasaan, seringkali ia menjerumuskan kita pada keterpurukan!". Sungguh, hal ini benar adanya. 
Akhwat, wanita, perempuan, galz, jangan biasakan menuruti perasaan, biasakanlah akal sehat kita yang menentukan sikap kita, kedepankan logika dari perasaan. Maaf, saya pun wanita dan saya akui, ini bukanlah hal yang mudah, mungkin karena secara fitrah kita memang didominasi oleh perasaan. Perasaan ini memang tak selamanya buruk, but perasaan yang saya maksudkan di sini adalah perasaan yang cenderung diliputi hawa nafsu. Contoh sederhananya saja, saat berjalan-jalan alias window shoping, seringkali kita tidak berpikir jauh, tidak berpikir 2-3 kali tatkala kita punya uang dan melihat sesuatu yang menarik hati kita langsung membelinya, dan tak jarang hal ini membuat kita menyesal saat kita menyadari betapa tidak pentingnya barang yang kita beli (saat kita tengah dikuasai akal sehat kita).

Itu contoh yang sederhana, dan saya rasa sering dialami oleh perempuan. Saya ingin berbagi sedikit, cuplikan masa-masa kuliah saya berkaitan dengan hal ini, perasaan. Temans, coba kalian bayangkan dengan perasaan bagaimana menjadi minoritas di kampus, minoritas sebagai kaum hawa, dikelilingin banyak pria. Kalaulah kita hanya memperturutkan perasaan kita saja, tak adalah yang dapat kita lakukan, apalagi mau maju, barangkali itu hanya tinggal mimpi saja! Jujurlah, terkadang kita lupa mengerem mulut kita berbicara ngalor ngidul tentang pria. Oke, saya pun tau pria juga sering berbicara tentang kita, akan tetapi seringkali saya mendapati kita kaum hawa over lebay..
Next, lainnya, saya akan menyinggung sedikit soal chemistry (itu kata anak gaul), atau apalah istilahnya. Ini fitrah teman, ini hukum, alam, sunatullah, kalau ada dua jenis manusia, pastilah akan ada potensi adanya saling ketertarikan. But, hal itu akan menjadi kesalahan jika kita justru dengan sengaja menimbulkannya dan lalu mengumbarnya! Insya Allah hidup kita akan hancur, sama saja kita telah menjadi budak hawa nafsu. 
Temans, hati-hati, apa yang dinamakan "chemistry" itu kadar dan bentuknya bermacam-macam! Beda komunitas, beda pula bentuknya. Kita belum tentu lebih baik keadaannya daripada mereka yang seringkali kalian beri cap "anak gaul", "anak jalanan", "awam", dan sebagainya. Dan seringkali kita merasa aman dengan gelar "akhwat" yang kita sandang, dengan kegiatan-kegiatan yang secara lahiriah sangat syar'i, dengan istilah-istilah "islami" yang kita kenal, padahal tak jarang kita SALAH KAPRAH, kita salah membuat kiasan. Alih-alih membandingkan dengan kisah-kisah shohabiyah kita malah melakukan hal yang menghancurkan nama baik kita. Alih-alih ta'lim padahal di dalam hati kita terselubung penyakit, ingin "siapa tau bisa ketemu lagi sama X". 
Biarlah chemistry itu berkembang pada bingkai yang tepat, pernikahan tentunya. Namun, bukan lantas kita memaksakan diri untuk mendapatkan orang yang kita merasa ada chemistry padanya. Bukan juga memaksa Allah menjadikan kita berjodoh dengannya. Biarlah selama belum menikah, kita atur chemistry itu baik-baik, kita kendalikan, semisal, ubah chemistry ketertarikan berlandaskan hawa nafsu, menjadi chemistry profesional saja, bersikap dan sikapi dia sebagai teman kuliah misalnya, ataupun teman kerja, dan lain-lain.
Kututup coretan pendek ini dengan sebuah harapan. Semoga, kita bisa mengamalkan ilmu-ilmu yang telah kita dapatkan. Buat apa kita ngaji sekian tahun, sekian ta'lim, sekian kitab, sekian ustad, namun ternyata kita ga jauh beda dengan orang-orang yang rela diperbudak 'cinta'. Dan semoga Allah senantiasa memberikan perlindungan kita dari berbuat yang sia-sia. Dan hendaklah kita sibukkan diri kita dari hal-hal yang bermanfaat, syukur-syukur dapat pula membawa manfaat bagi orang lain. Janganlah sampai kita berhenti berpikir untuk sebuah kemajuan diri, karena kekosongan pikiran itu hanya akan membuat kita menuruti perasaan kita.

2 komentar:

Ummu Syuhada mengatakan...

kena bgt mbk...
para penggerak dakwah realitanya banyak yang hancur krn diperbudak cinta krn nafsu....

Ummu Hafidh mengatakan...

makasih sudah main...:)

Posting Komentar