Ini hanyalah sebuah episode kecil hidupku dalam serial kampus. Bukan mempertentangkan sesuatu, hanya sekedar berbagi sebuah warna hidup. Semasa masih menyandang status mahasiswa s1, kurang lebih 3 tahun aku bergabung dengan sebuah unit kegiatan mahasiswa di lingkungan fakultas teknik ugm. Seingatku awalnya banyak sekali yang mendaftar di sana, lalu lambat laun barangkali seiring dengan para mahasiswa menemukan jalannya masing-masing, bisa ditebak bagaimana jumlah anggota aktif di akhir tahunnya.
Aku tidak hendak bicara soal teori manajemen organisasi. Aku hanya ingin curhat, kenapa ya aku bisa betah banget di organisasi itu. Sementara itu, aku pernah diajak di beberapa organisasi lain, khususnya organisasi keagamaan, tapi ya hanya bertahan sekejap saja untuk menjadi pengurus aktif. Kalau penggembira, ya selama bisa membantu aku membantu. Namun, aku juga tidak hendak membandingkan organisasi satu dan lainnya. Ini hanya curhatan alias uneg-uneg.
Tiga tahun bersama teman-teman yang unik, sepertinya secara tidak langsung dan tidak kusadari menyisakan nilai-nilai hidup yang secara tidak sadar telah menjadi bagian dari diriku. Tadi aku bilang unik, sebab menurutku memang unik. Selain itu, beberapa person di dalamnya memang agak sedikit aneh, hehe (damai ya bro.. ^.^v) . Apapun kata orang tentang organisasi itu juga tentang aku di dalamnya, aku bersyukur "tergelincir" di sana. Aku belajar banyak hal dari teman-teman di sana. Belajar bahwa hidup membutuhkan perjuangan, belajar tentang belajar, belajar tentang ikhlas khususnya dalam mengikuti perlombaan, juga yang tak kalah pentingnya belajar tentang bahu membahu yang tanpa pamrih.
Dari beberapa teman di organisasi itu pula, Allah masih berkenan menjagaku dalam agamaku. Bahasa sederhananya, aku mengenal lingkungan pengajian. Dari sinilah dimulai kisah ini. Pada dasarnya sebenarnya tidak ada yang perlu dipertentangkan antara aktivitas dalam organisasi dan perkumpulan mahasiswa dengan aktivitas mengaji. Dengan catatan, apa dan bagaimana bentuk aktivitasnya itu sendiri. La, kalo itu berupa lembaga riset dan kajian ataupun organisasi profesi, kan ya ga bertentangan to dengan agama. Kalaupun itu dirasa kurang baik, bukan organisasinya yang bertentangan, tapi keadaanlah yang belum mendukung, semisal jika dipandang dari segi ikhtilat. Sebaliknya, di dalam organisasi keagamaan juga masih dimungkinkan kita menemui kasus korupsi.
Ah ya, aku jadi ingat, ketika aku lagi bersemangatnya menuntut ilmu agama, aku pun mendapat tawaran untuk bergabung berkontribusi dalam organisasi profesi. Kala itu (dengan jiwa mahasiswa yang masih terkondisi serba ideal) memang sangat memusingkan. Satu dua teman juga mengingatkanku untuk berpikir baik-baik, aku paham barangkali mereka mempertimbangkan soal heterogenitas di organisasi semacam itu. Namun, aku akhirnya memutuskan untuk bergabung juga.
Alhamdulillah aku kini justru bersyukur dulu aku mengambil keputusan yang bisa dibilang sebenarnya juga sempat membuat aku "mumet setengah urip". Pasalnya, disana justru aku belajar banyak hal. Ada banyak hal yang sifatnya umum, nilai-nilai kerja, profesionalisme, tanggung jawab. Juga soal bagaimana kita bertahan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai pribadi tanpa harus "lari dari kenyataan".
Menurutku, survival di tengah lingkungan heterogen adalah sebuah seni tersendiri untuk menjaga prinsip-prinsip. Memang, itu sulit, dan aku rasa aku juga tidak sepenuhnya berhasil, hanya saja aku bersyukur atas pengalaman itu untuk kujadikan pelajaran. Mengapa demikian? Kini dalam kehidupan bermasyarakat di kala sudah tidak menyandang status mahasiswa lagi, aku melihat sebuah kenyataan, bahwa secara umum polemik dan problem sosial di kalangan manapun kalau dirunut-runut lagi intinya sepertinya sama saja, hanya saja beda kemasan.
Terima kasih kepada semua teman yang telah mewarnai sepenggal kisahku dalam serial kampus ;-)
Allahumma arinal haqqa haqqa warzuqna ittibaa wa arinal bathila bathila warzuqna ijtinaaba
Aku tidak hendak bicara soal teori manajemen organisasi. Aku hanya ingin curhat, kenapa ya aku bisa betah banget di organisasi itu. Sementara itu, aku pernah diajak di beberapa organisasi lain, khususnya organisasi keagamaan, tapi ya hanya bertahan sekejap saja untuk menjadi pengurus aktif. Kalau penggembira, ya selama bisa membantu aku membantu. Namun, aku juga tidak hendak membandingkan organisasi satu dan lainnya. Ini hanya curhatan alias uneg-uneg.
Tiga tahun bersama teman-teman yang unik, sepertinya secara tidak langsung dan tidak kusadari menyisakan nilai-nilai hidup yang secara tidak sadar telah menjadi bagian dari diriku. Tadi aku bilang unik, sebab menurutku memang unik. Selain itu, beberapa person di dalamnya memang agak sedikit aneh, hehe (damai ya bro.. ^.^v) . Apapun kata orang tentang organisasi itu juga tentang aku di dalamnya, aku bersyukur "tergelincir" di sana. Aku belajar banyak hal dari teman-teman di sana. Belajar bahwa hidup membutuhkan perjuangan, belajar tentang belajar, belajar tentang ikhlas khususnya dalam mengikuti perlombaan, juga yang tak kalah pentingnya belajar tentang bahu membahu yang tanpa pamrih.
Dari beberapa teman di organisasi itu pula, Allah masih berkenan menjagaku dalam agamaku. Bahasa sederhananya, aku mengenal lingkungan pengajian. Dari sinilah dimulai kisah ini. Pada dasarnya sebenarnya tidak ada yang perlu dipertentangkan antara aktivitas dalam organisasi dan perkumpulan mahasiswa dengan aktivitas mengaji. Dengan catatan, apa dan bagaimana bentuk aktivitasnya itu sendiri. La, kalo itu berupa lembaga riset dan kajian ataupun organisasi profesi, kan ya ga bertentangan to dengan agama. Kalaupun itu dirasa kurang baik, bukan organisasinya yang bertentangan, tapi keadaanlah yang belum mendukung, semisal jika dipandang dari segi ikhtilat. Sebaliknya, di dalam organisasi keagamaan juga masih dimungkinkan kita menemui kasus korupsi.
Ah ya, aku jadi ingat, ketika aku lagi bersemangatnya menuntut ilmu agama, aku pun mendapat tawaran untuk bergabung berkontribusi dalam organisasi profesi. Kala itu (dengan jiwa mahasiswa yang masih terkondisi serba ideal) memang sangat memusingkan. Satu dua teman juga mengingatkanku untuk berpikir baik-baik, aku paham barangkali mereka mempertimbangkan soal heterogenitas di organisasi semacam itu. Namun, aku akhirnya memutuskan untuk bergabung juga.
Alhamdulillah aku kini justru bersyukur dulu aku mengambil keputusan yang bisa dibilang sebenarnya juga sempat membuat aku "mumet setengah urip". Pasalnya, disana justru aku belajar banyak hal. Ada banyak hal yang sifatnya umum, nilai-nilai kerja, profesionalisme, tanggung jawab. Juga soal bagaimana kita bertahan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai pribadi tanpa harus "lari dari kenyataan".
Menurutku, survival di tengah lingkungan heterogen adalah sebuah seni tersendiri untuk menjaga prinsip-prinsip. Memang, itu sulit, dan aku rasa aku juga tidak sepenuhnya berhasil, hanya saja aku bersyukur atas pengalaman itu untuk kujadikan pelajaran. Mengapa demikian? Kini dalam kehidupan bermasyarakat di kala sudah tidak menyandang status mahasiswa lagi, aku melihat sebuah kenyataan, bahwa secara umum polemik dan problem sosial di kalangan manapun kalau dirunut-runut lagi intinya sepertinya sama saja, hanya saja beda kemasan.
Terima kasih kepada semua teman yang telah mewarnai sepenggal kisahku dalam serial kampus ;-)
Allahumma arinal haqqa haqqa warzuqna ittibaa wa arinal bathila bathila warzuqna ijtinaaba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar