Palestina dan negara-negara senasib selalu mengambil simpatik banyak orang dari berbagai penjuru dunia, terutama umat muslim. Ukhuwah alias persaudaraan telah menciptakan sebuah kedekatan emosional yang tidak terikat oleh waktu, darah dan letak geografis. Bagaimanapun, yahudi dan segala perbuatannya kepada penduduk Palestina memang sudah tidak pantas dikatakan sebagai manusia, terlepas dari keterkaitan keyakinan, politik, maupun alasan-alasan lain yang melatar belakanginya. Melihat gambar-gambar, video-video yang mengabarkan kondisi di sana, saya kira semua manusia yang masih memiliki hati sepakat untuk mengatakannya sebagai sebuah kebiadaban dan juga akan timbul sebuah rasa simpati.
Atas nama simpati pula, kemudian berkembang berbagai macam bentuk reaksi manusia. Ada yang kemudian menjadi sukarelawan, ada pula yang mengadakan aksi atas nama simpati. Kemudian tentunya akan timbul pertanyaan, bagaimana penyikapan yang terbaik atas hal ini. Menurut saya, masing-masing bisa mengambil sikap sesuai dengan kemampuannya. Kalau memang ia punya keahlian yang diperlukan untuk membantu keadaan di sana, semisal seorang dokter, kemudian ia memutuskan unruk pergi ke sana menjadi seorang sukarelawan kesehatan, saya kira itu akan sangat mulia, insya Allah. Dengan catatan, niat dan kondisinya memang membenarkan untuk itu.
Masih ingat dengan pelajaran sejarah, pada pembahasan penjajahan ada tiga semboyan bangsa barat dalam melakukan "pelayaran". Glory, Gospel, and Gold. Glory yaitu memperluas wilayah kekuasaannya, gospel adalah menyebarkan keyakinan, dan Gold untuk memperoleh kekayaan. Yang mesti diingat dalam kasus semisal Palestina adalah bahwasanya niat berjihad, bukanlah untuk membela tanah air, akan tetapi membela dan mempertahankan keyakinannya. Atau mengambil hak bagi bangsa Palestina untuk melawan dan membela tanah airnya. Sebagaimana dibolehkannya membalas perbuatan orang yang mendholimi kita.
Semestinya niat jihad itu bersandar pada niat untuk menyebarkan ajaran Islam, jadi tujan utamanya bukan glory maupun gold, melainkan untuk mengajak manusia pada tauhid. Jadi terlepas dari pembahasan fiqih prioritas dan fiqih jihad (karena saya belum kapabel untuk membahas itu) dalam menyikapi rasa simpatik itu hendaknya menimbang manfaat dan mudharat. Bagi yang ingin menjadi sukarelawan ke sana misalnya, tengok dulu lah kondisi keluarganya bagaimana. Bukankah dulu Rasulullah pernah tidak mengizinkan seorang pemuda ikut berjihad dan menyuruhnya kembali ke rumah untuk mengurus ibunya. Kalaupun memang situasi mengizinkannya, ga kalah pentingnya untuk mengukur kemampuan diri, pastikan benar-benar bahwa kondisi dirinya itu sehat dan bukan malah akan merepotkan jika ia pergi ke sana.
Bagi yang situasinya dan kemampuannya belum mengizinkan untuk berperan secara nyata, tidak perlu berkecil hati. Sikap simpati itu masih bisa kita wujudkan dengan menyumbangkan harta, kalau memang kita ada kelebihan harta. Asalkan jangan mentang-mentang ingin mengekspresikan simpatinya, lantas mengganggu kepentingan umum dengan "memblokir" jalan raya. Kalau memang ingin mengetuk hati orang lain, sebisa mungkin gunakan lah cara yang elegan dan berpendidikan. Oya, satu hal yang perlu diingat, sekalipun kita merasa tidak punya apa-apa, janganlah berkecil hati karena Allah telah menganugerahkan kepada kita sebuah senjata bernama doa. Doakan mereka, tiap saat. Kirimkan qunut untuk mereka, di setiap shalat kita.
May Allah saves Mulims in Palestin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar